Akhirnya Merasakan Puncak Merbabu

Cara terbaik menghilangkan rasa takut adalah dengan menghadapi apa yang kita takuti itu, bukan malah menghindarinya. Dulu gua takut banget sama ketinggian. Kalo berada diatas tempat yang tinggi kemudian ngeliat kebawah rasanya kepala langsung pusing. Namun, semenjak gua berhasil ”memaksakan” diri gua untuk mencapai Puncak Gunung Merapi rasa takut akan ketinggian itu perlahan-lahan hilang.

Gunung Merapi adalah gunung berapi teraktif di Indonesia. Puncak Merapi adalah puncak pertama gua. Disinilah gua untuk pertama kalinya menyaksikan awan berada dibawah gua. Perasaan gua campur aduk waktu itu antara ketakutan yang sangat dan rasa takjub melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan. Sungguh pengalaman yang tidak akan terlupakan seumur hidup gua. Namun sayangnya gua gak memiliki dokumentasi perjalanan kala itu.

Gunung Merapi bersebelahan dengan Gunung Merbabu. Karena tingginya yang tidak begitu beda jauh (beda sekitar 200 meter, lebih tinggi Merbabu) maka dua gunung ini sering disebut gunung kembar. Titik pertemuan mereka berada di Selo, Boyolali.

Merbabu adalah sebuah gunung berketinggian 3142 mdpl yang memiliki tujuh puncak (atau istilah kerennya seven summit). Kata orang, nama Merbabu diambil dari kata “Meru” yang berarti gunung dan “Babu” yang berarti perempuan. Gua juga kurang tau kenapa bisa dikasih nama seperti itu. Mungkin ada ”kemiripan” kalii… (You know what I mean)

Untuk mencapai Puncak Merbabu bisa melalui 2 jalur, yang pertama jalur pertemuannya dengan Merapi yaitu Selo, Boyolali. Yang kedua adalah melalui Kopeng, Salatiga. Tercatat sudah 2 kali gua mendaki gunung ini dan kedua-duanya melalui jalur Kopeng.

Pada kali pertama gua kemari, gua gagal mencapai puncak tertinggi. Penyebab utamanya adalah adanya badai sehingga menyebabkan gua dan rombongan (anak-anak PHILAR) mengurungkan niat. Padahal waktu itu kami sudah mencapai puncak pertama yaitu Watu Gubug, sebuah batu sebesar rumah yang dipercaya sebagai istana jin. Apa boleh buat demi keselamatan bersama kami turun lagi.

Kesempatan kedua datang juga. Seorang teman (Heru) menawarkan gua untuk ikut dalam rombongannya. Tidak gua sia-siakan peluang ini, langsung gua iyakan. Kali ini gua bertekad sampai ke puncak, demi menjawab rasa penasaran gua.

Akhirnya, dengan semangat ’45 gua berhasil muncak. Ternyata jarak dari Puncak pertama ke Puncak ketujuh sangatlah jauh. Untung pada ekspedisi pertama, gua memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan. Gak bisa bayangin apa yang bakal terjadi dengan kami seandainya kami nekad ketika itu. Selain jarak, medannya juga berat karena jalannya naik turun (terutama di daerah yang dinamakan Jembatan Setan), berbeda dengan Merapi yang selalu menanjak. Alhamdulillah pada ekspedisi kedua ini matahari bersinar cerah sehingga agak memudahkan kami untuk mencapai puncak. Walaupun hanya 5 yang berhasil dari 12 orang yang ikut.

Mudah di awal belum tentu mudah pula di akhir. Ketika perjalanan pulang ke camp, gua mengalami dehidrasi. Matahari memang sangat terik. Padahal persediaan air kami sudah habis dan tidak ada sumber air di sekitar situ. Harapan untuk mendapatkan air terdekat adalah di tenda kami, dimana beberapa teman kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan menunggu disana. Namun, karena lokasinya sangat jauh gua menyuruh yang lain untuk meninggalkan gua sendiri karena gua tidak kuat melanjutkan perjalanan dan tidak mau menjadi beban mereka.

Gua menunggu dan berharap ada pendaki dari rombongan lain yang naik (dan meminta sedikit air dari mereka), tetapi harapan itu tidak menjadi nyata. Sepi sekali Merbabu kala itu. Akhirnya gua memutuskan melanjutkan perjalanan. Berlebihan kalo gua bilang gua hampir mati, tetapi langkah kaki gua berat sekali dan hanya kuat untuk melangkah pendek ibarat penganten solo yang sedang berjalan menuju pelaminannya.

Hidup dan mati itu urusan Allah. Jikalau Allah berkehendak, bisa saja seseorang mati di saat orang itu sedang sehat. Begitupula sebaliknya. Alhamdulillah gua menemukan beberapa bungkus obat masuk angin cair di tas kecil. Gua pikir ”you’ll never know ’til you have try”, jadi gua minum aja deh. Pikir gua yg penting ada cairan masuk, seret di kerongkongan bodo amat. Singkat cerita, akhirnya sampailah gua di camp walaupun dengan langkah penganten.

Pengalaman buruk itu gak membuat gua jadi kapok. Justru gua jadikan sebagai masukan agar lebih baik di kemudian hari. Yang jelas, berdiri di puncak gunung memiliki sensasi tersendiri bagi gua. Berada diatas awan & menikmati keindahan hamparan tanah nan luas dari puncaknya bisa membuat hati gua menjadi lebih tenang. Sepertinya lagu alm. Chrisye yang berjudul ”Hening” cocok menggambarkan suasananya.

Kala malam tiada berbintang, tampak redup wajah rembulan…

Hening sunyi sangat mencekam, desir angin pun tanpa suara…

Kutermenung menatap alam, kepasrahan semakin dalam…

Jagat raya dan seisinya, lukisan segala kuasa…

Kehidupan di alam semesta…

Mengagumkan dan luar biasa…

Semakin kurasa keagungan ini…

Karya cipta-Mu Tuhan…

 

@ Koordinat

  • Puncak Gunung Merbabu : -7.45395, 110.44033
  • Jembatan Setan : -7.44802, 110.44101
  • Desa Wisata Kopeng (bukan basecamp Kopeng) : -7.39835, 110.41957

 








GUNUNG MERBABU



 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.